BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi
manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti
atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang
dinamik, bahasa sentiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan perbagai
pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Semantik merupakan salah satu bidang
linguistik yang mempelajari tentang makna.
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang
(sign). “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama
Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah
yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda
linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik
dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu
dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer,
1994: 2).
Bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa
merupakan satu tataran linguistik. Semantik dengan objeknya yaitu makna, berada
di seluruh atau disemua tataran yang bangun-membangun ini : makna berada
didalam tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Semantik bukan satu tataran
dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar, melainkan unsur yang
berada pada semua tataran itu, meski sifat kehadiranya pada tiap tataran itu
tidak sama.
Bahasa merupakan media komunikasi yang paling efektif yang
dipergunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan individu lainnya. Bahasa
yang digunakan dalam berinteraksi pada keseharian kita sangat bervariasi
bentuknya, baik dilihat dari fungsi maupun bentuknya. Tataran penggunaan bahasa
yang dipergunakan oleh masyarakat dalam berinteraksi tentunya tidak lepas dari
penggunaan kata atau kalimat yang bermuara pada makna, yang merupakan ruang
lingkup dari semantik.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian hakikat makna?
2. Apa
saja jenis makna?
1.3
Tujuan
Masalah
1. Mengetahui
pengertian hakikat makna.
2. Mengetahui
jenis-jenis makna.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat Makna
Semantik merupakan salah satu bidang
semantik yang mempelajari tentang makna. Pengertian dari makna sendiri
sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna
merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu
menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda,
2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan
pengertian. Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1. maksud pembicara;
2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi
atau perilaku manusia atau kelompok manusia;
3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak
sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,
dan
4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti
Kridalaksana, 2001: 132).
Menurut teori yang dikembangkan dari
pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang
dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Menurut de Saussure,
setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan
(Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2) yang
mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier).
Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain
dari pada konsep atau makna dari sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang
mengartikan (signifiant atau signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari
fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik
terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua
unsur ini adalah unsur dalam-bahasa (intralingual) yang
biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual).
Dalam analisis semantik juga harus
disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan masalah budaya maka, analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk
bahasa itu saja, tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain.
Umpamanya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis
binatang yang hidup dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa
Inggris separan dengan fish. Tetapi kata iwak dalam
bahasa Jawa bukan hanya berarti ‘ikan’ atau ‘fish’, melainkan juga berarti daging
yang digunakan sebagai lauk.
Di dalam penggunaannya dalam
penuturan yang nyata makna kata atau leksem seringkali, dan mungkin juga
biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya.
Contohya : Dasar buaya ibunya sendiri ditipunya. Oeh karena itu, banyak pakar
mengatakan bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu
sudah berada dalam konteks kalimatnya.
2.2 Jenis Makna
Jenis atau tipe makna itu memang dapat dibedakan
berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya
dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada
tidaknya referen pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna
referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada
sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif,
berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna istilah atau
makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteria lain atau sudut pandang
lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif,
idiomatik, dan sebagainya.
Berikut ini akan dipaparkan
jenis-jenis makna tersebut :
1.
Makna
Leksikal dan Makna Gramatikal
a.
Makna
Leksikal
Adalah
bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler,
kosakata, pembendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu
satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata
atau perbendaharaan kata, makna leksem dapat kita samakan dengan kata. Dengan
demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon,
bersifat leksem, atau bersifat kata. Dapat pula dikatakan makna leksikal adalah
makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi
alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita.
Contoh
: kata kepala dalam kalimat kepalanya hancur kena pecahan granat adalah makna
leksikal, tetapi dalam kalimat Rapornya ditahan kepala sekolah karena ia belum
membayar uang SPP adalah bukan bermakna leksikal. Kata memetik dalam kalimat
ibu memetik sekuntum mawar adalah bermakna leksikal.
Kalau
disimak contoh-contoh diatas dapat disimpulkan bahwa makna leksikal dari suatu
kata adalah gambaran yang nyata tentang suatu konsep seperti yang dilambangkan
kata itu.
b.
Makna
Gramatikal
Makna
gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau makna yang
muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat. Di dalam
semantik makna gramatikal dibedakan dari makna leksikal. Sejalan dengan
pemahaman makna (sense ‘pengertian’; ‘makna’) dibedakan dari arti
(meaning ‘arti’). Makna merupakan pertautan yang ada antara satuan bahasa,
dapat dihubungkan dengan makna gramatikal, sedangkan
arti adalah pengertian satuan kata sebagai unsur yang dihubungkan. Makna
leksikal dapat berubah ke dalam makna gramtikal secara operasional.
2.
Makna
Referensial dan Makna Nonreferensial
a.
Makna
Referensial
Makna
referensial yaitu sesuatu diluar bahasa yang diacu oleh kata itu maka kata
tersebut disebut kata bermakna referensial. Misalnya kata meja dan kursi
termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen,
yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut meja dan kursi.
Contoh
lain : Orang itu menampar orang
1 1
2
j
Pada
contoh diatas bahwa orang1 dibedakan maknanya dari orang2 karena
orang1sebagai pelaku (agentif) dan orang2 sebagai pengalam (yang mengalami
makna yang diungkapkan verba), hal tersebut menunjukkan makna kategori yang berbeda,
tetapi makna referensi mengacu kepada konsep yang sama (orang = manusia).
b.
Makna
Nonreferensial
Makna
nonreferensial adalah sebuah kata yang tidak
mempunyai referen (acuan). Seperti kata preposisi dan konjungsi, juga kata
tugas lainnya. Dalam hal ini kata preposisi dan konjungsi serta kata tugas
lainnya hanya memiliki fungsi atau tugas tapi tidak memiliki makna.
Berkenaan dengan bahasan ini ada sejumlah kata yang disebut
kata-kata deiktis, yaitu kata yang acuannya tidak menetap pada
satu wujud, melainkan dapat berpindah dari wujud yang satu kepada wujud yang
lain. Yang termasuk kata-kata deiktis yaitu: dia, saya, kamu,
di sini, di sana, di situ, sekarang, besok, nanti, ini, itu.
Contoh lain referen kata di
sini dalam ketiga kalimat berikut
(a) Tadi
dia duduk di sini
(b) ”Hujan
terjadi hampir setiap hari di sini”, kata walikota Bogor.
(c) Di
sini, di Indonesia, hal seperti itu sering terjadi.
Pada kalimat (a)
kata di sini menunjukan tempat tertentu yang sempit sekali.
Mungkin bisa dimaksudkan sebuah bangku, atau hanya pada sepotong tempat dari
sebuah bangku. Pada kalimat (b) di sini menunjuk pada sebuah
tempat yang lebih luas yaitu kota Bogor. Sedangkan pada kalimat (c) di
sini merujuk pada daerah yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Jadi
dari ketiga macam contoh diatas referennya tidak sama oleh karena itu disebut
makna nonreferensial.
3. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
a. Makna Denotaif
Pembedaan makna denotatif dan
konotatif didasarkan pada ada atau tidak adanya “nilai rasa” pada sebuah kata.
Setiap kata, terutama yang disebut penuh, mempunyai makna denotatif, tetapi
tidak setiap kata itu mempunyai makna konotatif.
Makna denotatif (sering juga
disebut makna denotasional,makna konseptual, atau makna kognitif karena dilihat
dari sudut yang lain) pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna
denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil
observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau
pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi
faktual objektif. Lalu karena itu makna denotasi sering disebut sebagai “makna
sebenarnya” umpamanya kata perempuan dan wanita. Kedua kata ini mempunyai makna
denotasi yang sama, yaitu manusia dewasa bukan laki-laki. Begitu juga kata
gadis dan perawan, kata istri dan bini. Kata gadis dan perawan memiliki makna
denotasi yang sama, yaitu wanita yang belum bersuami atau belum pernah
bersetubuh, sedangkan kata istri dan bini memiliki makna denotasi yang sama,
yaitu wanita yang mempunyai suami.
b. Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna yang berupa
kiasan atau yang disertai nilai rasa, tambahan-tambahan sikap sosial, sikap
pribadi sikap dari suatu zaman, dan kriteria-kriteria tambahan yang dikenakan
pada sebuah makna konseptual. Seperti kata kursi, kursi disini bukan lagi
tempat duduk, melaikan suatu jabatan atau kedudukan yang ditempati oleh
seseorang. Kursi diartikan sebagai tempat duduk mengandung makna lugas atau
makna denotatif. Kursi yang diartikan suatu jabatan atau kedudukan yang
diperoleh seseorang mengandung makna kiasan atau makna konotatif.
4. Makna Kata dan Makna Istilah
Pembedaan adanya makna kata dan
makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata itu dalam penggunannya secara
umum dan secara khusus. Dalam penggunaan bahasa secara umum acapkali kata-kata
itu digunakan secara tidak cermat sehingga maknanya bersifat umum. Tetapi dalam
penggunaan secara khusus, dalam bidang tertentu, kata-kata itu digunakan secara
cermat sehingga maknanya pun menjadi tepat.
Makna kata itu baru menjadi jelas
kalau sudah digunakan di dalam suatu kalimat. Kalau lepas dari konteks kalimat,
makna kata itu menjadi umum dan kabur. Berbeda dengan kata yang maknanya masih
bersifat umum, maka ‘istilah’ memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketepatan
dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang
kegiatan atau keilmuan tertentu.
Perbedaan antara makna
kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut :
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada
kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama.
Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu
memiliki makna yang berbeda.Tangan bermakna bagian dari
pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lenganadalah bagian
dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech
(1976) membedakan makna atas makna konseptual dan makna asosiatif.
a.
Makna
Konseptual
Makna
konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan
referennnya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Jadi,
sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna referensial, makna leksikal,
dan makna denotatif.
b.
Makna
Asosiatif
Makna
asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya
hubungan kata itu dengan keadaan diluar bahasa. Misalnya, kata melati
berasosiasi dengan makna ‘suci’, atau ‘kesucian’, kata merah berasosiasi dengan
makna ‘berani’ atau juga ‘dengan golongan komunis’. Makna asosiatif ini
sesungguhnya sama dengan perlambang-perlambang yang digunakan oleh suatu
masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Maka dengan demikian,
dapat dikatakan melati digunakan sebagai perlambang “kesucian”, marah digunakan
sebagai perlambang “keberanian”, dan dalam dunia politik digunakan sebagai
lambang golongan komunis.
Disamping
itu kedalamnya termasuk juga makna-makna lain seperti makna stilistika, makna
afektif, dan makna kolokatif.
Makna
stilistika berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya
perbedaan sosial dan bidang kegiatan didalam masyarakat. Karena itulah
dibedakan makna kata rumah, pondok, istana, keraton, kediaman, tempat tinggal,
dan residensi.
Makna
afektif berkenaan dengan perasaan pembicara pemakai bahasa secara pribadi, baik
terhadap lawan bicara maupun terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif
lebih terasa secara lisan dari pada secara tertulis. Contoh “tutup mulut
kalian!” bentaknya kepada kami.
Makna
kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain
yang mempunyai “tempat” yang sama dalam sebuah frase. Misalnya kita dapat
mengatakan gadis itu cantik, bunga itu indah, dan pemuda itu tampan. Demikian
juga dengan kata laju, deras, kencang, cepat, dan lancar yang mempunyai makna
yang sama, tetapi pasti mempunyai kolokasi yang berbeda. kita bisa mengatakan
hujan deras, dan berlari dengan cepat, namun tidak bisa sebaliknya hujan cepat,
dan berlari dengan deras.
6. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
a.
Makna Idiom
Makna idiom adalah satuan ujaran yang maknanya
tidak dapat ”diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun
secara gramatikal. Idiom
adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang
maknanya tidak dapat ‘diramalkan’ dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun
makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Misalnya, menurut kaidah gramatikal
kata-kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbingan memiliki
makna hal yang disebut bentuk dasarnya. Tetapi kata kemaluan tidak
memiliki makna seperti itu. Begitu juga frase rumah kayu bermakna ‘rumah yang
terbuat dari kayu’; tetapi frase rumah batu selain bermakna gramatikal ‘rumah
yang terbuat dari batu’, juga memiliki makna lain yaitu ‘pegadaian’ atau ‘rumah
gadai’. Ada dua macam bentuk idiom dalam bahasa indonesia yaitu: idiom penuh
dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara
keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna. Idiom ada dua macam, yaitu:
1.
idiom
penuh. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi
satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu.
Contohnya meja hijaudan membanting tulang.
- Idiom sebagian. Idiom sebagian
adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya
sendiri. Misalnya buku putih, daftar hitam, dan koran kuning.
b.
Peribahasa
peribahasa
memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna
unsur-unsurnya karena adanya ”asosiasi” antara makna asli dengan maknanya
sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang
bermakna ’dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur’. Makna ini memiliki
asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bertemu memang
selalu berkelahi, dan tidak pernah damai.
7. Makna Kias
Dalam kamus umum bahasa Indonesia
susunan W.J.S Poerwadarminta ada digunakan istilah arti kiasan. Penggunaan
istilah arti kiasan ini sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Semua bentuk
bahasa (kata, frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya
(arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti
kiasan. Contohnya, putri malam dalam arti bulan, raja siang dalam arti
matahari, kapal padang pasir dalam arti unta, pencakar langit dalam arti gedung
bertingkat tinggi, bunga desa dalam arti gadis cantik semuanya mempunyai arti
kiasan.
8. Makna Sempit
makna sempit (narrowed meaning)
adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang asalnya
lebih luas dapat menyempit, karena dibatasi. Bloomfield mengemukakan adanya
makna sempit dan makna luas dalam perubahan makna ujaran. Perubahan makna suatu
bentuk ujaran secara semantik berhubungan, tetapi ada juga yang menduga bahwa
perubahan terjadi dan seolah-olah bentuk ujaran hanya menjadi objek yang
relatif permanen.
9. Makna Luas
Makna luas adalah makna yang
terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan. Kata-kata yang
berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang sempit. Kata-kata
yang memiliki makna luas digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang
umum.
10. Makna Konstruksi
Makna konstruksi adalah makna yang
terdapat didalam konstruksi, makna milik yang diungkapkan dengan urutan kata
didalam bahasa Indonesia. Makna milik dapat diungkapkan melalui enklitik
sebagai akhiran yang menunjukan kepunyaan.
Contohnya : perempuan
itu ibu saya
Itu
ibu saya
Rumahnya jauh dari sini
Dimana rumahmu
11. Makna Proposisi
Makna proposisi adalah
makna yang muncul bila kita membatasi pengertian tentang sesuatu. Kata-kata
dengan makna proposisi kita dapatkan dibidang matematika. Makna proposisi
mengandung pula saran, hal, rencana, yang dapat dipahami, melalui konteks.
12.
Makna
Piktorial
Makna piktorial adalah
makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca.
Misalnya, pada situasi makan kita berbicara tentang sesuatu yang menjijikan dan
menimbulkan perasaan jijik bagi si pendengar, sehingga ia menghentikan kegiatan
(aktivitas) makan.
Perasaan muncul segera
setelah mendengar atau membaca suatu ekspresi yang menjijikan, atau perasaan
benci. Perasaan dapat pula berupa perasaan gembira di samping perasaan yang
disebutkan diatas.
Contoh :
1. Kenapa
kau sebut nama dia.
2. Kakus
itu kotor sekali.
3. Ah,
konyol.
4. Ia
tinggal di gang yang becek itu.
13.
Makna
Idesional
Makna idesional adalah makna yang muncul sebagai
akibat penggunaan kata yang berkonsep. Kata yang dapat dicari konsepnya atau
ide yang terkandung didalam satuan kata-kata, baik bentuk dasar maupun turunan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahasa merupakan alat komunikasi
manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap perkataan yang
diucapkan. Semantik merupakan salah satu bidang linguistik yang mempelajari
tentang makna. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Dalam Kamus
Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1. maksud pembicara;
2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi
atau perilaku manusia atau kelompok manusia;
3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak
sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang
ditunjukkannya,dan
4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti
Kridalaksana, 2001: 132).
Pada kajian semantik ini kita dapat mengetahui tentang hakikat makna,
jenis-jenis makna (makna leksikal, makna gramatikal dan kontekstual, makna
referensial dan nonreferensial, makna konotatif dan denotatif, makna istilah
dan makna kata, makna konseptual dan asosiatif, makna Idiom dan Peribahasa,
makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna kolokatif, makna
spesifik, dan makna tematikal).
3.2 Saran
Saran
ini ditujukan agar sesorang bisa mengetahui apa saja jenis-jenis makna dan apa
saja yang terdapat didalam makna.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.
Jakarta : Rineka Cipta.
Djajasudarma, T.
Fatimah. 1993. Semantik 2 Pemahaman Ilmu makna. Bandung :
Refika Aditama
Djajasudarma, T. Fatimah.
1999. Pengantar Kearah Ilmu Makna. Bandung :
Refika Aditama.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar